(Cerpen Duta Bahasa Tak Berkaki - Parade Bulan Bahasa UNDIP)
Duta
Bahasa Tak Berkaki
oleh Adisty Hanny Asri
Seperti
biasanya, Alisa terlihat murung pagi ini. Ia bersandar di tepi jendela kamarnya
yang terbuka lebar. Sinar mentari tak sedang hangat sangat itu, semilir angin
pagi mengelus wajahnya yang pucat pasi. Gadis murung ini melihat anak-anak
kecil bermain di halaman depan rumahnya yang tak berpagar. Lalu ia mengeluh.
“Huuh,
jadi anak kecil memang lebih menyenangkan, bisa main-main seperti itu. Rindu
rasanya.”
Ia menyeret kursinya tak jauh
dari tempat tidur ke posisi paling nyaman dekat jendela lalu melanjutkan
tontonan yang membuatnya begitu iri. Selanjutnya, ia melihat remaja seusianya
yang memakai seragam putih abu-abu yang hendak pergi sekolah dengan candaan
riang bersama teman-temannya.
“Harusnya
aku mengibarkan bendera pagi ini di sekolah.” keluhnya lagi.
Suasana pagi
seperti ini, telah Alisa lalui selama satu bulan lamanya. Gadis ini begitu
menyesali hari-harinya kini, yang tak pernah bisa kembali seperti sedia kala, apalagi
saat ia SMA. Alisa merasa hidupnya tak akan berarti lagi, tak akan pernah lagi
membuat banyak kebanggaan untuk kedua orang tuanya, sekolahnya, apalagi tanah
air ini yang begitu ia cintai.
Kedua kakinya
telah hilang, akibat kecelakan hebat malam itu. Saat ia tengah menghadiri acara
pernikahan sanak saudaranya dan memutuskan pulang lebih dulu karena portofolio
yang telah ia buat belum dikirimkan untuk mengikuti kompetisi Graphic Design, batas pengumpulan
terakhirnya adalah malam itu. Dengan laju mobil yang tak ia perhitungkan dan
waktu tengah memburunya, sontak ia hilang kendali saat sorotan lampu mobil
disebrangnya menutupi pandangan Alisa untuk segera berbelok namun inilah yang
terjadi. Kini, ia merasakan gerak yang sangat terbatas. Kemanapun ia pergi tak
akan lepas dari kursi roda yang mau tak mau menjadi sebagian dari hidupnya,
sekalipun setelah bangun tidur seperti ini.
“Nak, ini mama
buatkan sarapan.”
Suara sang ibu membangunkan
lamunannya.
“Makasih ma.”
“Ayo
sambil dimakan.” tambah ibunya.
“Belum
lapar ma.” Alisa menjawab.
“Jangan
begitu, mama suapin ya.” Alisa tak menjawab.
Ibunya mulai duduk di tempat
tidur samping Alisa sambil mengambil semangkuk bubur ayam yang tadinya diatas
baki.
“Anak
mama yang cantik ini kenapa selalu murung setiap pagi? Hm?”
Sang Ibu melakukan percakapan
sembari menyuapi anak gadisnya itu.
“Aku
kangen sekolah ma, kangen temen-temen, jadi pasukan pengibar bendera, belajar
di kelas, bercanda bareng mereka, ikut rapat, sosialisasi. Pokoknya semuanya.”
ucap Alisa.
Ibunya tersenyum haru. “Anak mama
ini memang selalu bikin bangga orang tuanya.”
“Gak
ma, aku belum cukup bikin mama papa bangga. Prestasiku belum seberapa, aku
masih punya banyak target dan sekarang semuanya hancur.” Alisa mulai menangis.
“Sayang,
kamu anak yang selalu buat mama papa bangga dalam kondisi apapun. Tuhan sedang
memberi ujian padamu, setegar apa anak mama ini bisa hadapi ujian Tuhan? Mama
yakin kamu kuat nak, kamu sanggup lalui semuanya. Kamu akan berprestasi dengan
cara yang berbeda, cara yang istimewa.” ungkap sang Ibu penuh haru.
“…
Makasih ma, aku sayang mama papa. Aku minta maaf karena dengan keadaanku yang
seperti ini malah semakin buat mama dan papa kerepotan.”
“Tidak
sayangku, kamu harus bangkit ya nak. Semangatmu yang menggebu-gebu itu sudah
lama tak mama lihat lagi.” canda sang Ibu.
Alisa tersenyum, “… Ya ma, nanti
akan ku perlihatkan lagi.”
“Iya
sayang. Kamu sedang butuh apa saat ini? Mama mau ke rumah Tante Usi, kamu mau
titip sesuatu?”
“Ma..
boleh kalau aku ikut? Tapi aku ke toko buku gak ikut ke rumah Tante Usi.” pinta
Alisa.
“Mau buku
apa nak? Nanti mama belikan. Mau beli novel?”
“Gak
ma, novel udah bosen. Aku belum tahu, pengen main aja disana ma sambil
lihat-lihat.”
“Ya
sudah, ayo kita siap-siap.” ajak sang Ibu.
Di
toko buku, Alisa memutar kedua roda kursinya yang kini tengah menjadi kakinya itu
kesana kemari, sampailah ia di sebuah rak buku bertuliskan Sastra. Senyumnya
merekah namun agak sendu, jeda sesaat membuatnya mengingat sesuatu.
“Sastra,
sosial budaya, bahasa, hmm… dua buku cukup buat seminggu.” gumamnya.
Satu jam Alisa menghabiskan waktu
untuk memilah buku yang akan dibelinya di sekitar rak itu sampai ibunya kembali
menjemput.
“Duk!”
Alisa membuka pintu kamarnya dan menabrak terlalu kencang, sesuatu jatuh dari
belakang pintu.
“Aaaah..
selempangku.” temunya.
Salah satu selempang kebanggaan
yang didapatnya berbulan-bulan lalu saat ia dinobatkan sebagai Duta Bahasa.
Alisa meraih selempang itu dan mengamatinya begitu dalam.
“Duta
bahasa macam apa aku ini? Tidak bisa berbuat apa-apa. Memalukan.. Cih!”
makinya. Alisa melemparkan selempang itu ke atas tempat tidurnya, lalu ia
berjalan kembali dengan rodanya ke dekat jendela. Namun, sesekali ia melirik
kembali benda itu.
“Harusnya
aku bertanggung jawab, harusnya aku bisa berbuat sesuatu meski keadaanku
seperti ini.” keluhnya. Ia menundukkan kepala. Fikirannya kembali mengingat
masa-masa itu. Masa ketika ia selalu bersemangat dalam melakukan berbagai macam
aktifitas. Masa saat ia memaparkan misinya sebagai Finalis Duta Bahasa,
Berperan aktif dalam
memasyarakatkan penggunaan Bahasa Indonesia secara baik, bernalar, efektif dan
komunikatif.
Mendukung pelestarian bahasa dan
sastra Indonesia juga Daerah
Membangun kesadaran generasi muda
untuk berbahasa Indonesia
Menumbuhkan kesadaran tentang keanekaragaman
bahasa dan sastra Indonesia untuk mempertinggi ungkap bahasa terhadap nilai
luhur, budaya bangsa dan ilmu pengetahuan.
Pejaman mata gadis ini terbuka,
kepalanya mulai menengadah. Matanya kembali bersinar, bibirnya tersenyum lebar.
Sesuatu terucap dari mulutnya, “Aku pantas dinobatkan, aku bisa melakukan
tugasku meskipun keterbatasan fisik yang aku punya sekarang. Aku akan lakukan
perubahan.” Semangat gadis tak berkaki ini mulai lahir kembali, ia membawa laptop-nya yang hampir satu bulan tak ia
gunakan, kini mulai bekerja. Ia membuat sebuah blog dan vlog mulai hari
itu. Alisa banyak bercerita tentang pengalaman dan kesibukannya semasa sekolah
sampai ia terkena kecelakan hebat.
Hari
demi hari, Alisa memulai kesibukannya. Ia sering menghubungi teman-temannya
untuk melihat blog dan vlog yang tengah dibuatnya. Banyak
temannya yang memberi komentar luar biasa atas semangatnya itu. Blog-nya mulai terkenal di Sekolah,
para guru pun sangat mendukung aktifitas Alisa yang begitu aktif di media
sosial. Setiap harinya Alisa membuat banyak cerita dan review hasil membacanya
dari berbagai buku baru. Minggu demi minggu ia lewati dengan sangat yang
menyenangkan. Tak berhenti jari jemarinya menari, mengetik, membalas komentar
dan membalas email yang masuk. Banyak komentar positif, pemberi semangat dan
berbagai macam permintaan padanya untuk menceritakan hal-hal seputar
pengalamannya. Salah satunya, seseorang yang mengaku adik kelasnya. Tertulis
dalam kolom komentar dalam salah satu vlog-nya,
Kak ceritain dong kenapa kakak bisa jadi
duta bahasa? rasanya keren sekali. Jadi duta bahasa itu susah gak kak?
Siang
ini Alisa membuat video kembali,
“Hai, aku Alisa Bhirawa. Kemarin
sore ada yang memintaku untuk menceritakan pengalaman sebagai Duta Bahasa.
Pertanyaannya, kenapa kakak bisa jadi
duta bahasa?Jadi duta bahasa itu susah gak kak?
… Manusia, khususnya di Indonesia
itu terlahir dari berbagai suku yang berbeda-beda, sehingga bahasa ibu yang
mereka dapatkan bermacam-macam pula. Hasilnya, dalam konteks keindonesiaan
orang-orang dari beragam suku tersebut memiliki bahasa persatuan, bahasa yang
dapat membuat komunikasi berjalan lancar antar suku, yaitu bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia ini merupakan variasi dari bahasa Melayu. Hingga kini, bahasa
Indonesia telah mengalami perkembangan baik ejaan maupun banyaknya kosakata.
Lalu, apa peran generasi muda terhadap hal ini? Tentu saja sebagai pemuda
pemudi bangsa ini, banyak diantara mereka yang peduli bahasa, baik bahasa
daerah maupun bahasa Indonesia. Salah satunya aku sendiri, keikutsertaanku
dalam kegiatan menjadi duta bahasa merupakan salah satu cara untuk memperoleh
pengalaman dan wawasan tentang kebahasaan. Mendapatkan ilmu di sekolah saja
rasanya tidak cukup, menurutku. Itulah kenapa aku jadi duta bahasa, walaupun
saat ini kondisiku terbatas untuk menjalankan berbagai tugas berbarengan dengan
teman-temanku, namun aku bisa menjalankannya dengan cara yang lain, cara yang
berbeda.
Aku
berharap dan sangat ingin mengajak orang-orang, terutama para pemuda pemudi
penerus bangsa untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan juga tak
melupakan bahasa daerahnya. Karena bahasa daerah itulah, negara Indonesia
menjadi negara yang paling kaya bahasa. Kita patut berbangga diri. Bahasa
Indonesia bisa diterapkan dalam berbagai situasi, termasuk saat bertemu dengan
orang berlainan bahasa ibu, sehingga bahasa Indonesia diperlukan karena dapat
berfungsi sebagai jembatan komunikasi. Selain itu, lestarikan bahasa daerah
dengan menggunakannya sehari-hari. Untuk pertanyaan sulit atau tidak,
sebenarnya tidak ada yang sulit. Asal kita tahu dan mengerti tujuan kita,
dengan begitu segala bentuk pekerjaan, tugas, kewajiban akan menjadi tanggung
jawab yang menyenangkan saat dilakukan. Aku rasa cukup ya, semoga jawabannya
dapat diterima. Salam semangat dari duta bahasa tak berkaki ini, hehe sampai
jumpa di kesempatan berikutnya.”
“Hoaaam..”
kedua tangan Alisa tampak mengucek-ngucek matanya.
Sesekali ia melihat selempang
hitam dengan huruf-huruf berwarna kuning emas itu menggantung tepat dihadapannya
kini. Ia tersenyum lalu mendekatkan kursi rodanya ke tempat tidur dan merangkak
memindahkan tubuhnya.
Memang,
segala bentuk ujian dari Tuhan tak ada yang tahu. Namun, yang terpenting adalah
seperti apa seseorang menyikapi hal tersebut. Bangkit, merupakan satu kata yang tepat
untuk memulai perubahan. Apapun peran seseorang, akan menjadi berperan bagi
orang lain saat orang itu berani membuat perubahan pada diri dan lingkungannya
untuk menjadi semakin baik.
copyright @adistyhanny 2017
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi teman-teman pembaca. Terima kasih sudah berkunjung...
kritik, saran atau respon bisa diisi di kolom komentar :)
Thanks a lot.
kritik, saran atau respon bisa diisi di kolom komentar :)
Thanks a lot.
Spin Palace casino site - Lucky Club
ReplyDeleteThe latest list of casinos with Spin Palace Casino are in the works, along with their games. luckyclub Spin Palace Casino is operated under the Malta Gaming Authority, Minimum Deposit: Rp.20Minimum Wager: 1.0 Rating: 3.9 · Review by LuckyClub